Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, Januari 13, 2011

MOBILE TRAINING

MOBILE TRAINING UNIT SUATU ALTERNATIF

A. Pendahuluan.

Pelatihan (training) adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan praktik dari pada teori yang dilakukan seserorang atau kelompok dengan menggunakan pendekatan pelatihan orang dewasa dan bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu (LAN 2001)

Dari pengertian tersebut adanya suatu pelatihan didasarkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan peserta terhadap jenis kompetensi tertentu. Pelatihan harus dapat menjawab kebutuhan peserta sehingga nantinya akan bermanfaat.

Manfaat Pelatihan :

  1. Meningkatkan kinerja organisasi.
  2. Mengefisiensikan pekerjaan (job).
  3. Efisiensi biaya produksi.
  4. Mengurangi atau menghilangkan kesenjangan antara persyaratan yang diharuskan oleh suatu pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pegawai.

Agar pelatihan dapat berjalan dengan baik dan berkualitas, yang pada akhirnya dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai kompetensi, bermanfaat untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokoknya, diperlukan beberapa faktor pendukung.

Faktor-Faktor Penentu Keberhasian Diklat :

  1. Tenaga Pengajar (Trainer); Harus mempunyai kompetensi yang handal di bidang yang dilatihkan. Dan juga memiliki kemampuan melatih agar peserta pelatihan dapat dengan mudah untuk mengadop materi yang dilatihkan.
  2. Fasilitas Diklat; Yaitu perangkat yang dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung.
  3. Peserta Pelatihan ; Antara lain meliputi pendidikan formal, pengalaman kerja, masa kerja, motivasi dsb.
  4. Pelayanan nonkelas ; antara lain meliputi : akomodasi dan konsumsi (fasilitas asrama, ruang makan dsb).

Jenis-Jenis Pelatihan ;

Dilihat dari pelaksanaannya maka pelatihan dapat dilakukan:

  1. On the job Training ; Pelatihan dilakukan di lingkungan tempat bekerja peserta. Disini peserta tidak banyak meninggalkan pekerjaannya.
  2. Off the job Training ; Pelatihan dilakukan di luar lingkungan tempat bekerja peserta. Peserta meluangkan waktu untuk mendatangi tempat pelatihan dengan tujuan semata untuk mengikuti pelatihan.

B. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan.

Pelatihan yang ideal harus memenuhi beberapa proses yaitu :

  1. Proses Penentuan Kebutuhan Pelatihan.
  2. Proses Penentuan Tujuan Pelatihan.
  3. Proses Perencanaan Program Pelatihan.
  4. Proses Pelaksanaan Pelatihan.
  5. Proses Evaluasi Pelatihan.

Proses tersebut dilakukan dimaksudkan agar pelatihan yang dilaksanakan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas.

Proses penentuan kebutuhan pelatihan dengan mempertimbangkan beberapa hal :

  1. Profil Pegawai.
  2. Tugas Pokok.
  3. Kompetensi yang diperlukan.
  4. Materi yang diperlukan untuk mencapai kompetensi tertentu.
  5. Perumusan Jenis Pelatihan.

Disadari untuk melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan yang benar bagi setiap jenis pelatihan terkadang kita dihadapkan pada banyak permasalahan antara lain :

  1. Sistim penganggaran ; usulan jenis pelatihan harus sudah masuk di pertengahan tahun berjalan.
  2. Keterbatasan SDM ; pada tahun berjalan kita harus melaksanakan beberapa pelatihan yang harus selesai pada akhir tahun anggaran, sedangkan untuk melaksanakan identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan SDM yang memahami tentang hal tersebut.
  3. Lingkaran Sistem ; Balai Diklat Kehutanan merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan pelatihan, terkadang dituntut untuk melaksanakan tugas yang sifatnya given.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan kearifan dari semua pihak yang terkait dalam sistem penyenggaraan pelatihan.

C. Mobile Training.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh Balai Diklat Kehutanan seperti pelaksanaan pelatihan asal jadi, tidak dilakukan sesuai dengan kebutuhan lapangan, kekurangan peserta pelatihan karena tidak diminati, semangat belajar peserta kurang karena tidak ada motivasi, barang kali mobile traininglah solusinya.

Mobil Training merupakan unit pelatihan yang dilakukan dengan mendatangi peserta pelatihan di lingkungan tempat tugasnya. Jenis pelatihan yang dilaksanakan sebaiknya kompetensi teknis.

Komponen mobile training meliputi :

  1. Pelatih (trainer) yang kompeten.
  2. Kurikulum dan Silabus.
  3. Peralatan yang menunjang proses pembelajaran.
  4. Alat Transportasi.

Keunggulan Mobile Training :

  1. Mengurangi biaya identifikasi kebutuhan pelatihan karena telah dilakukan oleh unit / instansi peserta.
  2. Motivasi peserta terhadap pelatihan tinggi karena didasari kebutuhannya sendiri.
  3. Manfaat bagi peserta cukup baik karena langsung bisa diterapkan.
  4. Persoalan yang dibahas dalam pelatihan real time (sesuai kondisi masa kini) dan menggunakan pendekatan tugas sehari-hari.
  5. Menghemat biaya transportasi peserta.
  6. Penjadwalan pelaksanaan bisa fleksibel.

Proses Mobile Training :

  1. Penentuan Judul Pelatihan
  2. Iedentifikasi Sub Judul (kompetensi).
  3. Perumusan Sub Judul (kompetensi).
  4. Pengelompokan Peserta berdasarkan sub judul (kompetensi).
  5. Pelaksanaan Training.
  6. Evaluasi.

Kendala-Kendala Mobile Training :

  1. Sinkronisasi penjadwalan dengan pelatih (trainer).
  2. Kemungkinan alat bantu pelatihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan tugas peserta.
  3. Kondisi pendukung instalasi peralatan.
  4. Kompetensi pelatih (trainer) yang tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan peserta.

Alternatif Pendanaan Mobile Training.

  1. Sharing antara Balai Diklat Kehutanan dengan instansi peserta, misalnya biaya pelatihan dari Balai Diklat Kehutanan sedangkan biaya akomodasi dan konsumsi dari instansi peserta.
  2. Sepenuhnya dibiayai oleh instansi peserta.
  3. Sepenuhnya dibiayai oleh Balai Diklat Kehutanan.

D. Penutup.

  1. Kesimpulan ; Agar suatu pelatihan dapat mencapai sasaran dan bermanfaat, maka Mobile Training Unit perlu dipertimbangkan sebagai salah satu alternatif.
  2. Saran ; Untuk merealisasikan Mobile Training Unit ini diharapkan Balai Diklat Kehutanan dapat lebih agresif menjalin kerjasama dengan unit / instansi untuk mencari peluang pasar.

E. Referensi :

  1. Drs. Djoenaidi Tamim, 2002, Diklat Sebagai Suatu Sistem, LAN RI.
  2. Hermansyah SH, 2002, Identifikasi Kebutuhan Diklat, LAN RI.
  3. Dra. Wahyu Suprapti MM, 2002, Ragam Metoda Belajar, LAN RI.
  4. LAN, 2001, SK No. 01/KEP/M.PAN/1/2001 Tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit Widyaiswara., LAN RI.

Selasa, Mei 11, 2010

EFEKTIVITAS DIKLAT

Balai Diklat Kehutanan (BDK) Pekanbaru adalah instansi pemerintah yang secara legal diberi kewenangan untuk menyelenggarakan program diklat baik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) melalui diklat struktural, fungsional dan diklat teknis maupun masyarakat dalam batas wilayah pelayanannya yang telah ditetapkan.
Maksud Pendidikan dan Pelatihan (diklat) adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau masyarakat yang proses pembelajarannya lebih menekankan pada praktik dari pada teori dengan menggunakan pendekatan pelatihan orang dewasa (andragogi).
Proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam suatu diklat merupakan suatu sistem yang saling kait mengait, saling mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain. Ada 5 (lima) proses yang integral, yang akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan, yaitu: (1) Proses penilaian kebutuhan diklat, (2) Proses penentuan tujuan diklat, (3) Proses perencanaan program diklat, (4) Proses pelaksanaan diklat dan (5) Proses evaluasi diklat (Tamim dan Hermansjah, 2002).
Masing-masing dari kelima proses di atas membutuhkan perhatian dan kerja keras dari seluruh unsur pengelola diklat. Di samping itu dituntut komitmen masing-masing unsur untuk memberikan pelayanan yang terbaik (prima), terutama komitmen pimpinan sebagai top manager. Pelayanan prima penyelenggara diklat akan memberikan kesan yang positif kepada peserta. Kesan positif ini akan dibawa peserta ke instansi asalnya. Intinya apabila kepuasan pelanggan (customer satisfaction) menjadi perhatian penyelenggara diklat, maka dapat dikatakan keseluruhan proses pelaksanaan diklat berhasil dengan baik.

Pengertian
Menurut Ensiklopedi Indonesia (1980), efektivitas menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan. Suatu usaha dikatakan efektif kalau usaha itu mencapai tujuannya. Hal ini juga senada dengan pengertian efektivitas dalam Ensiklopedi Administrasi (1982) yang berarti suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki.
Sedangkan menurut Syamsi (1990), efektivitas yang diterjemahkan sebagai hasil guna, ditekankan kepada efeknya, hasilnya dan (tanpa) kurang memperdulikan pengorbanannya yang perlu diberikan untuk memperoleh hasil tersebut.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas adalah tercapainya suatu program yang telah dicanangkan sebelumnya. Untuk mengetahui apakah program diklat sudah dilaksanakan dengan efektif atau tidak, perlu dilakukan evaluasi diklat. Dengan demikian penyelenggara diklat dengan kesadarannya harus melakukan evaluasi pasca pelaksanaan diklat dimaksud. Evaluasi dimaksudkan untuk mendapatkan informasi, masukan dan saran perbaikan bagi pelaksanaan diklat berikutnya.
Proses Penyelenggaraan Diklat
Kebijakan Pendidikan dan Pelatihan (diklat) yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor: 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS atas dasar pemikiran sebagai berikut: (1) Diklat merupakan bagian integral dari sistem pembinaan PNS, (2) Diklat mempunyai keterkaitan dengan pengembangan karir PNS, (3) Sistem diklat meliputi proses Identifikasi Kebutuhan, Perencanaan, Penyelenggaraan dan Evaluasi diklat, (4) Diklat diarahkan untuk mempersiapkan PNS agar memenuhi persyaratan jabatan yang ditentukan dan kebutuhan organisasi, termasuk pengadaan kader pimpinan dan staf.
Mengacu kepada butir 3 tersebut, diklat sebagai sistem terdiri atas 4 (empat) proses sebagai sub sistem yang integral yaitu: (1) Proses identifikasi kebutuhan diklat, (2) Proses perencanaan diklat, (3) Proses penyelenggaraan diklat dan (4) Proses evaluasi diklat.
Di dalam empat proses di atas, proses pelaksanaan pembelajaran atau instruksional adalah merupakan proses yang paling penting dalam proses pelaksanaan diklat (Tamim & Hermansjah: 2002). Peranan tenaga kediklatan disini merupakan peranan kunci yaitu membantu proses belajar peserta diklat agar dapat mencapai perubahan perilaku dan meningkatkan kompetensi mereka seperti yang diharapkan.
Evaluasi menempati posisi yang sangat strategis dalam program diklat. Sedemikian pentingnya evaluasi sehingga tidak ada satupun usaha untuk memperbaiki mutu diklat yang dapat dilakukan jika tidak disertai langkah evaluasi.
Menurut Tamim & Hermansjah (2002) setidak-tidaknya ada 3 (tiga) tujuan atau manfaat evaluasi dalam program diklat, yaitu: (1) Memahami sesuatu; (2) Membuat keputusan; (3) Meningkatkan kualitas diklat.
Salah satu segi pendidikan dan pelatihan yang kurang mendapat perhatian atau bahkan tidak dilaksanakan dengan sebaik-baiknya adalah penilaian (evaluasi). Pada hal kegiatan penilaian (evaluasi) adalah suatu cara untuk mengukur efisiensi dan efektivitas diklat.
Selanjutnya menurut Tamim dan Hermansjah (2002), efektivitas diklat dapat terlihat antara lain dari:
1. Terlaksananya seluruh program diklat sesuai dengan jadwal waktu yang telah ditetapkan,
2. Rapinya penyelenggaraan seluruh kegiatan diklat berkat disiplin kerja, dedikasi dan kemampuan para penyelenggara,
3. Efisiensi dalam penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia,
4. Tercapainya sasaran yang telah ditetapkan bagi program diklat.
Dari penjelasan di atas, semuanya bermuara kepada adakah pelaksanaan evaluasi pasca diklat dilakukan oleh penyelenggara diklat atau tidak? Bagi pengelola diklat yang diawalnya berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang baik, tentunya akan selalu konsisten melakukannya. Sekarang tergantung kepada semua unsur pengelola diklat “masih perlukah dilakukan penilaian suatu diklat?” atau hanya terpaku kepada kegiatan rutinitas belaka? Ditutup dan dibuka sebagaimana biasanya???
Dalam kehidupan bernegara ada istilah “reformasi demokrasi” atau “reformasi birokrasi”, lalu dalam penyelenggaraan diklat perlukah adanya “reformasi diklat”? Wallohu A’lam Bisshowaf....

SUMBER PUSTAKA
Anonim 1980, Ensiklopedi Indonesia, Penerbit Buku Ichtiar Baru, Van Hoeve, Jakarta.
---------- 1982, Ensiklopedi Administrasi, Jakarta.
Syamsi, I. 1990, Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen, Cetakan Kedua, Bina Aksara, Jakarta.
Tamim. D & Hermansjah 2002, Diklat Sebagai Suatu Sistem, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.